Ruang Pencarian

Sunday 15 February 2009

Ethanol

Tentang Alkohol

Salah satu fungsi alkohol adalah sebagai octane booster, artinya alkohol mampu menaikkan nilai oktan dengan positif terhadap efisiensi bahan bakar dan menyelamatkan mesin. Fungsi lain ialah oxigenating agent, yakni mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakan dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara. Bahkan, alkohol berfungsi sebagai fuel extender, yaitu menghemat bahan bakar fosil. Seperti kita ketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato pada tanggal 27 September 2005 mengingatkan bahwa cadangan minyak bumi cukup untuk 18 tahun mendatang.
a. Pengertian Alkohol
Alkohol berasal dari bahasa arab yakni al-kuhl (al kohl), artinya senyawa yang mudah menguap. Bahan kimia organikini adalah salah satu senyawa kimia tertua yang telah manusia. Alkohol berupa larutan jernih tak berwarna, beraroma khas yang dapat diterima, berfasa cair pada temperatur kamar, dan mudah terbakar.

Siapa yang tidak akrab dengan alkohol, karena ia terdapat di rokok kretek, obat bentuk cair, effervescent, ekstrak herbal (tumbuh-tumbuhan), parfum, kosmetika, desinfektan, larutan sterilisasi, penolak nyamuk, tinta cetak, spiritus bakar, minuman keras, makanan tradisional, (gin, bir, wine, tuak, legen, saguer, sopi, moke, ciu, cap tikus, balo, anding,air kata-kata, air anggur, sake, tape, brem, dan lain-lain), dan juga bahan kendaraan anda.
Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa guaguahydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan adalah CH3CH2OH yang disebut metil alkohol (metanol),C2H5OH yang diberi nama etil alkohol (etanol), dan C3H7OH yang disebut propil alkohol (IPA) atau propanol -2. Dalam dunia perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol atau metil karbinol dengan rumus kimia C2H5OH.

b. Jenis-Jenis Alkohol
Etanol sintesis, sering disebut metanol atau atau metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat, minyak bumi atau batubara. Bahan ini diperoleh dari proses sintesa kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatk dan fermentasi). Bahan baku bioetanol sebagai berikut :

  • Bahan berpati, singkong, atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum,gandum kentang, ganyong, garut, umbi dahlia, dan lain-lain.

  • Bahan bergula, berbentuk molasess (tetes tebu), nira tebu, nila kelapa, nila batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, gewang, nira lontar dan lain-lain.
  • Bahan berselulosa, berupa limbah logging,limbah pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, jenggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang, serbuk gergaji (grajen) dan lain-lain.

c. Bahan baku yang Lebih Efisien untuk dibuat Etanol

















Saturday 31 January 2009

Ethanol dari Jerami Padi

Ethanol dari Jerami Padi

Jerami padi mengandung kurang lebih 39% sellulosa dan 27,5% hemiselullosa. Kedua bahan polysakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi ethanol. Potensi produksi jerami padi per ha kurang lebih 10 – 15 ton, jerami basah dengan kadar air kurang lebih 60%. Jika seluruh jerami per ha ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol), maka potensi produksinya kurang lebih 766 hingga 1,148 liter/ha FGE (perhitungan ada di lampiran). Dengan asumsi harga ethanol fuel grade sekarang adalah Rp. 5500,- (harga dari pertamina), maka nilai ekonominya kurang lebih Rp. 4,210,765 hingga 6,316,148 /ha. Lumayan besar juga.

Menurut data BPS tahun 2006, luas sawah di Indonesia adalah 11.9 juta ha. Artinya, potensi jerami padinya kurang lebih adalah 119 juta ton. Apabila seluruh jerami ini diolah menjadi ethanol maka akan diperoleh sekitar 9,1 milyar liter ethanol (FGE) dengan nilai ekonomi Rp. 50,1 trilyun. Jika dihitung-hitung ethanol dari jerami sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bensin nasional. Tapi ini hanya teoritis di atas kertas saja lho…… Realitanya….. itu tantangan saya sebagai peneliti.
Oleh : Isroi

Friday 16 January 2009

Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan


Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan

Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan - paling sedikit Edua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya (2) polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajad kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.

Alkohol untuk bahan bakar

Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di USA dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini mencapai 40ecara nasional (Nature, 1 July 2005). Di USA, bahan bakar relatif murah, E85, yang mengandung ethanol 85emakin populer di masyarakat (Nature, 1 July 2005).
Selain ethanol, methanol juga tercatat digunakan sebagai bahan bakar alkohol di Rusia (Wikipedia), sedangkan Kementrian Lingkungan Hidup Jepang telah mentargetkan pada tahun 2008 campuran gasolin + ethanol 10kan digunakan untuk menggantikan gasolin di seluruh Jepang. Kementrian yang sama juga meminta produsen otomotif di Jepang untuk membuat kendaraan yang mampu beroperasi dengan bahan bakar campuran tersebut mulai tahun 2003 (The Japan Times, 17 December 2002).

Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Negara Riset dan Teknologi telah mentargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol) pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa penggunaan bioenergy tersebut akan mencapai 30ari pasokan energi nasional pada tahun 2025 (Kompas, 26 Mei 2005).

Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional. Pada tulisan ini, dibahas secara singkat: (1) dampak penggunaan ethanol pada mesin pembakaran dalam dengan penyalaan busi (spark ignition), dan (2) implementasi bahan bakar ethanol di Brazil -negara yang telah serius menggunakan bahan bakar ethanol.

Penggunaan ethanol pada mesin pembakaran dalam
Dewasa ini, hampir seluruh mesin pembangkit daya yang digunakan pada kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam. Mesin bensin (Otto) dan diesel adalah dua jenis mesin pembakaran dalam yang paling banyak digunakan di dunia. Mesin diesel, yang memiliki efisiensi lebih tinggi, tumbuh pesat di Eropa, sedangkan komunitas USA yang cenderung khawatir pada tingkat polusi sulfur dan UHC pada diesel, lebih memilih mesin bensin. Meski saat ini, mutu solar dan mesin diesel yang digunakan di Eropa sudah semakin baik yang berimplikasi pada rendahnya emisi sulfur dan UHC. Ethanol yang secara teoritik memiliki angka oktan di atas standard maksimal bensin, cocok diterapkan sebagai substitusi sebagian ataupun keseluruhan pada mesin bensin.

Terdapat beberapa karakteristik internal ethanol yang menyebabkan penggunaan ethanol pada mesin Otto lebih baik daripada gasolin. Ethanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7 ( Yuksel dkk, 2004). Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh gasolin (pun setelah ditambahkan aditif tertentu pada gasolin). Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88 (Website Pertamina) (catatan: tidak tersedia informasi motor octane untuk gasolin di Website Pertamina, namun umumnya motor octane lebih rendah daripada research octane).

Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya (self-ignition). Terbakarnya campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto sebelum waktunya akan menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin. Selama ini, fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio kompresi (perbandingan antara volume silinder terhadap volume sisa) yang tinggi pada mesin bensin. Tingginya angka oktan pada ethanol memungkinkan penggunaan rasio kompresi yang tinggi pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa mesin Otto berbahan bakar ethanol (sebagian atau seluruhnya) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar gasoline ( Yuksel dkk, 2004), (Al-Baghdadi, 2003). Untuk rasio campuran ethanol:gasoline mencapai 60:40tercatat peningkatan efisiensi hingga 10 Yuksel dkk, 2004).

Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang inheren di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 - 19 voldibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 - 7.6 vol pembakaran campuran udara-bahan bakar ethanol menjadi lebih baik -ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin, yakni sekitar 4 dkk, 2004). Ethanol juga memiliki panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg (Al-Baghdadi, 2003). Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran ethanol dibandingkan dengan gasolin.

Rendahnya emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO2 yang bersifat racun, dipercaya sebagai akibat relatif rendahnya temperatur puncak pembakaran ethanol di dalam silinder. Pada rasio kompresi 7, penurunan emisi NOx tersebut bisa mencapai 33ibandingkan terhadap emisi NOx yang dihasilkan pembakaran gasolin pada rasio kompresi yang sama (Al-Baghdadi, 2003). Dari susunan molekulnya, ethanol memiliki rantai karbon yang lebih pendek dibandingkan gasolin (rumus molekul ethanol adalah C2H5OH, sedangkan gasolin memiliki rantai C6-C12 (Wikipedia) dengan perbandingan antara atom H dan C adalah 2:1 (Rostrup-Nielsen, 2005)). Pendeknya rantai atom karbon pada ethanol menyebabkan emisi UHC pada pembakaran ethanol relatif lebih rendah dibandingkan dengan gasolin, yakni berselisih hingga 130 ppm (Yuksel dkk, 2004).

Dari paparan di atas, terlihat bahwa penggunaan ethanol (sebagian atau seluruhnya) pada mesin Otto, positif menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOx, dan UHC dibandingkan dengan penggunaan gasolin. Namun perlu dicatat bahwa emisi aldehyde lebih tinggi pada penggunaan ethanol Emeski bahaya emisi aldehyde terhadap lingkungan adalah lebih rendah daripada berbagai emisi gasolin ( dkk, 2004). Selain itu, pada prinsipnya emisi CO2 yang dihasilkan pada pembakaran ethanol juga akan dipergunakan oleh tumbuhan penghasil ethanol tersebut. Sehingga berbeda dengan bahan bakar fosil, pembakaran ethanol tidak menciptakan sejumlah CO2 baru ke lingkungan. Terlebih untuk kasus di Indonesia, dimana bensin yang dijual Pertamina masih mengandung timbal (TEL) sebesar 0.3 g/L serta sulfur 0.2 wtWebsite Pertamina), penggunaan ethanol jelas lebih baik dari bensin. Seperti diketahui, TEL adalah salah satu zat aditif yang digunakan untuk meningkatkan angka oktan bensin -dan zat ini telah dilarang di berbagai negara di dunia karena sifat racunnya. Keberadaan sulfur juga menjadi perhatian di USA dan Eropa karena dampak yang ditimbulkannya bagi kesehatan.
Ethanol murni akan bereaksi dengan karet dan plastik (Wikipedia). Oleh karena itu, ethanol murni hanya bisa digunakan pada mesin yang telah dimodifikasi. Dianjurkan untuk menggunakan karet fluorokarbon sebagai pengganti komponen karet pada mesin Otto konvensional. Selain itu, molekul ethanol yang bersifat polar akan sulit bercampur secara sempurna dengan gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam kondisi cair. Oleh karena itu modifikasi perlu dilakukan pada mesin yang menggunakan campuran bahan bakar ethanol-gasolin agar kedua jenis bahan bakar tersebut bisa tercampur secara merata di dalam ruang bakar. Salah satu inovasi pada permasalahan ini adalah pembuatan karburator tambahan khusus untuk ethanol (Yuksel dkk, 2004). Pada saat langkah hisap, uap ethanol dan gasolin akan tercampur selama perjalanan dari karburator hingga ruang bakar Ememberikan tingkat pencampuran yang lebih baik.
Studi kasus penggunaan bahan bakar ethanol di Brazil
Brazil mencanangkan program bahan bakar ethanol dalam skala besar sejak terjadinya krisis minyak pada era 1970-an (Riberio dkk, 1997). Ethanol diekstrak dari tebu (sugarcane). Bagian tanaman yang tidak digunakan dalam produksi gula / ethanol, yakni bagasse, digunakan pula sebagai bahan bakar untuk distilasi ethanol dan untuk menghasilkan listrik Ebaik untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik ethanol serta dijual ke masyarakat. Pembakaran bagasse relatif ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar minyak dan batu bara. Kandungan abu bagasse hanya 2.5dibandingkan batu bara: antara 30-50 dan bagasse juga tidak mengandung sulfur (Wikipedia). Dengan menggunakan bagasse, pabrik ethanol tidak memerlukan asupan energi dari luar, justru dia bisa menjual sisa listrik yang dihasilkannya ke masyarakat. Terlebih karena hal tersebut terjadi di musim panas, manakala pembangkit listrik tenaga air tidak bisa maksimal dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat (Wikipedia).
Posisi program bahan bakar ethanol dan produk sampingnya di Brazil pada periode 2003/2004 (kecual disebutkan lain) adalah:
Areal pertanian : 45,000 m2 pada tahun 2000 Pekerja : 1 juta pekerjaan -(50ertani, 50emrosesan) Sugarcane : 344 juta ton (50-50 untuk gula dan alkohol) Gula : 23 juta ton (30ieksport) Ethanol : 14 juta m3 (7.5 anhydrous, 6.5 hydrated; 2.4ieksport) Bagasse kering : 50 juta ton Listrik dihasilkan : 1350 MW (1200 MW dipergunakan pabrik ethanol, 150 MW dijual ke masyarakat) pada tahun 2000
Sumber: Wikipedia *Sebagai perbandingan, PLTU Suralaya yang merupakan pemasok sekitar 25ebutuhan listrik Jawa-Bali memiliki kapasitas 3,400 MW (Sumber: Miningindo).
Penggunaan bahan bakar ethanol (murni ataupun campuran dengan gasolin) diperhitungkan telah menekan emisi CO2 di Brazil dari tahun 1995-2010 sebesar 293 ton (hipotesis rendah) hingga 461 ton (hipotesis tinggi). Ini berarti emisi CO2 tahunan yang bisa dikurangi di Brazil adalah sekitar 12ila menggunakan hipotesis tinggi (Riberio dkk, 1997).

Implementasi bahan bakar ethanol di Brazil tidak selamanya berjalan mulus. Dukungan politik dan insentif pemerintah diperlukan guna keberlanjutan program tersebut. Di awal implementasi program penggunaan bahan bakar ethanol, yakni di era 1980-an, lebih dari 90obil yang terjual di Brazil adalah mobil yang berbahan bakar khusus ethanol (Riberio dkk, 1997). Namun tidak lancarnya pasokan ethanol di awal 1990-an menyebabkan penjualan mobil yang sama hanya mencapai kurang dari 1i tahun 1997 (Riberio dkk, 1997). Pada tahun 1997, hanya separuh dari seluruh jumlah mobil di Brazil yang menggunakan bahan bakar khusus ethanol, sedangkan sisanya menggunakan campuran gasolin + ethanol (hingga 22(Riberio dkk, 1997). Sedangkan saat ini, seperti dikemukakan di awal, 40asokan energi di Brazil berasal dari bioethanol (Nature, 1 July 2005).

Pengaruh terhadap lingkungan
Beberapa ilmuwan Amerika penentang implementasi bioethanol mengangkat permasalahan lingkungan yang dimunculkan oleh mata rantai produksi bioethanol. Ilmuwan tersebut menyoroti praktek pembakaran ladang guna memudahkan panen tebu, kerusakan tanah akibat ancaman terhadap keanekaragaman hayati, penggunaan air dalam jumlah besar untuk membersihkan sugarcane, serta erosi tanah yang disebabkan praktek penanaman tebu (Nature, 1 July 2005). Selain itu, beberapa kalangan juga mempertanyakan rasio antara energi yang dihasilkan terhadap energi yang diperlukan dalam produksi ethanol yang hanya mencapai 1.1 (Rostrup-Nielsen, 2005).

Untuk meminimalkan dampak negatif mata rantai produksi ethanol, pemerintah Brazil telah mengeluarkan aturan yang melarang pembakaran ladang sebelum panen tebu; dan sebagai gantinya digunakan mesin pemanen untuk memudahkan dan mempercepat panen (Wikipedia). Menilai implementasi ethanol secara kuantitatif, seperti yang dipraktekkan di Brazil, seharusnya juga perlu diperhitungkan faktor produk samping berupa bagasse yang menghasilkan listrik (dalam jumlah signifikan) serta efek pengurangan emisi CO2 yang berkorelasi positif terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Dalam kasus penggunaan bahan bakar hidrogen, Jacobson dkk (2005) memperkirakan bahwa sekitar 3,700 - 6,400 orang per tahun akan terselamatkan bila seluruh kendaraan bermotor di USA bermigrasi menggunakan bahan bakar hidrogen yang dibangkitkan dari energi angin. Oleh karena itu, bila factor-faktor tersebut turut diperhitungkan, nampaknya penggunaan bioethanol akan lebih superior terhadap gasolin. Sedangkan ancaman terhadap keanekaragaman hayati mungkin bisa dipecahkan dengan menggunakan beberapa tanaman sebagai sumber ethanol. Meski relatif lebih menyulitkan dalam pengaturannya, praktek multikultur tersebut diharapkan akan menekan penurunan kualitas tanah secara radikal.

Kesimpulan
Dua ancaman serius yang muncul akibat ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, yakni: faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang berakibat pada suplai, harga; dan fluktuasinya), serta faktor polusi bahan bakar fosil yang merugikan lingkungan hidup, mau tidak mau memaksa umat manusia untuk memikirkan alternatif energi yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah terhadap lingkungan. Gasohol adalah salah satu alternatif yang memungkinkan transisi ke arah implementasi energi alternatif berjalan dengan mulus.
Dari sisi teknik pembangkitan daya dan emisi gas buang, ethanol (dalam bentuk murni ataupun campuran) relatif superior terhadap gasolin. Penggunaan ethanol sebagai bahan bakar pada mesin pembakaran dalam akan meningkatkan efisiensi mesin, serta menurunkan kadar emisi gas yang berbahaya bagi lingkungan (relatif terhadap gasolin). Produk samping berupa listrik, serta dampak penurunan emisi CO2 merupakan dua nilai tambah yang sangat berkontribusi positif terhadap lingkungan hidup.

Terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari dari Brazil dalam implementasi bahan bakar bioethanol, yakni:
(1) Perlunya diversifikasi sumber ethanol untuk menghindari penurunan kualitas tanah secara radikal

(2) Implementasi bahan bakar bioethanol lebih baik dimulai dari pencampuran gasoline + ethanol, bukan dari penggunaan bioethanol 100Hal tersebut akan menjamin transisi ke arah bioenergy secara lebih mulus Esembari menyiapkan secara lebih matang seandainya era penggunaan bioethanol 100ipandang sudah tiba

(3) Perlunya kerjasama yang erat dengan pihak industri otomotif untuk menyediakan kendaraan yang optimal bagi implementasi bahan bakar gasoline + ethanol

(4) Perlu sinergi antar instansi serta antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penyediaan bahan baku, pemrosesan, serta distribusi bahan bakar bioethanol.

Sumber : Berita Iptek

Bio-ethanol dari Singkong Gantikan Minyak Tanah


Minggu, 13 Juli 2008 15:34
(Surabaya)- Peneliti ITS Surabaya menemukan bio-ethanol dari singkong, atau bahan berkarbohidrat tinggi lainnya untuk menggantikan minyak tanah. Dengan menggunakan Bio ethanol ini pengguna dapat menghemat biaya karena perbandingan 1 liternya sama dengan 9 liter minyak tanah.
“Bio-ethanol itu sangat hemat, karena satu liter minyak bio-ethanol setara dengan sembilan liter minyak tanah biasa”, kata peneliti bio-ethanol, Ir Sri Nurhatika MP di Surabaya, kemarin.
Didampingi Pembantu Rektor (PR) IV ITS Surabaya, Prof Ir Eko Budi Djatmiko, ia mengatakan, harga satu liter bio-ethanol Rp 10.000, sedang sembilan liter minyak tanah berkisar Rp 27.000 dengan asumsi harga Rp 3.000/liter.
“Tidak hanya itu, bio-ethanol juga dapat dibuat sendiri oleh masyarakat, karena bahan pembuatan ethanol dapat ditemukan di pasar dan cara pembuatannya pun mudah”, terangnya.
Menurut Nurhatika, ethanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbohidrat, diantaranya ubi kayu, walur, kelapa sawit, tetes tebu, kacang koro, limbah tahu, limbah sampah dan sebagainya.
“Bahan paling ideal adalah ubi kayu yang di Jawa dikenal dengan sebutan singkong gendruwo, karena tingkat karbohidrat-nya cukup tinggi. Singkong gendruwo juga mengandung pati (racun) yang tak layak dikonsumsi,” jelasnya.Cara pembuatannya, kata dosen senior Biologi ITS Surabaya itu, singkong gendruwo itu ditumbuk halus, kemudian dimasak dengan panci sampai menjadi bubur.
“Hasilnya diberi ragi (proses fermentasi) dan didiamkan selama 4-5 hari sampai keluar ethanol-nya dengan kadar 90 persen. Kami menyebutnya dengan minyak tanah BE.40". Namun, kadar ethanol 90 persen itu belum cukup untuk berfungsi seperti minyak tanah, sebab kadar ethanol yang dibutuhkan adalah 95 persen. Karena itu, perlu ditingkatkan.
“Kalau kadar ethanol-nya di bawah 95 persen masih mengandung Pb (timbal), sedangkan bahan bakar harus bebas dari Pb, sebab kalau ada Pb-nya bisa meledak”, urainya. Untuk menaikkan kadar ethanol itu, katanya, perlu ditambahkan batu kapur (gamping), sehingga ethanol-nya menjadi 'bersih' dari Pb.
Selain itu, kompor minyak tanah bio-ethanol itu juga tidak bersumbu, sehingga dirinya bekerja sama dengan peneliti Teknik Mesin ITS Surabaya untuk membuat desain kompor bio-ethanol.
“Hasil desain Teknik Mesin ITS itu akhirnya kami kerjasamakan dengan Koperasi Manunggal Sejahtera Yogyakarta, untuk memproduksi kompor tanpa sumbu yang harganya Rp 40.000, ucap Nurhatika.
Oleh karena itu, minyak tanah bio-ethanol tidak hanya ekonomis, tapi juga terbukti tanpa jelaga. “Mungkin pemanasan minyak bio-ethanol yang agak lama. Misalnya, untuk memasak mie, kompor minyak tanah biasa hanya membutuhkan waktu 10 menit, sedangkan kompor bio-ethanol 2-3 menit lebih lama”, jelasnya meyakinkan.(Teknologitinggi/Nunyunda/IOT-03)

Produksi Bioethanol

Produksi Bioetanol Oleh Achmad N Hidayat - Nawapanca Engineering http://www.migas-indonesia.com/
TEKNOLOGI
Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase.Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian. Persiapan Bahan BakuBahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.

Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
  • Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula - Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik - Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
  • Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
    Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur - Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim - Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat - Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
  • Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
    - Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja - Pengaturan pH optimum enzim - Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat - Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)

  • FermentasiPada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
    Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
  • Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
    Distilasi Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol).Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.


Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:

  • Peralatan penggilingan
  • Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi
  • External Heat Exchanger
  • Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)
  • Tangki Penampung Bubur
  • Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor
  • Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
  • Boiler, termasuk system feed water dan softener
  • Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting
  • Tangki penyimpan air hangat, termasuk pompa dan pneumatik
  • Pompa Utilitas, Kompresor dan kontrol
  • Perpipaan dan Electrikal
  • Peralatan Laboratorium
  • Lain-lain, termasuk alat-alat maintenance

Tuesday 1 January 2008

Bensin

Seperti diketahui, bahan bakar minyak (BBM) mengambil porsi 52% dalam kebutuhan energi nasional. Sebagian besar BBM adalah bersubsidi, bahkan pada tahun 2006 besar subsidi berjumlah 60,6 triliun dan sekitar 43% kebutuhan BBM dalam negeri masih diimpor. (Timmas BBN, 2006). Pada tahun 2006 volume BBM mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2005, sebagai dampak Peraturan Presiden No. 5 tanggal 30 September 2005 yang menaikkan harga premium 188%, solar 20,5% dan minyak tanah 286%.

Bensin dan premium merupakan BBM peringkat kedua terbesar penggunaannya setelah minyak solar dengan kebutuhan yang meningkat dari tahun ke tahun. Dengan pertumbuhan sebesar 7%. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral RI memperkirakan kebutuhan bensin (premium) di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 21 juta kilometer.

Bensin mengandung energi kimia. Energi ini diubah menjadi energi panas melalui proses pembakaran (oksidasi) dengan udara didalam mesin atau motor bakar. Energi panas ini meningkatkan temperatur dan tekanan gas pada ruang bakar. Gas bertekanan tinggi tersebut berekspansi melawan mekanisme-mekanisme mesin. Ekspansi itu diubah oleh mekanisme link menjadi putaran carnkshaft sebagai output dari mesin tersebut. Selanjutnya carnkshaft dihubungkan kea system transmisi oleh sebuah poros untuk mentransmisikan daya atau energy putaran mekanis. Energi ini kemudian dimanfaatkan sesuai dengan keperluan, misalnya untuk menggerakkan roda motor atau mobil.

Secara sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus dengan rumus kimia CnH2n+2, mulai dari C7 (heptana) sampai dengan Cn. Dengan kata lain, bensin terbuat dari molekul yang hanya terdiri dari hydrogen dan karbon saling terikat satu dengan lainya sehingga membentuk rantai.

Molekul hidrokarbon sengan panjang yang berbeda memiliki sifat dan kelakuan berbeda pula. CH4 (metana) merupakan molekul paling “ringan”, bertambahnya atom C dalam rantai tersebut membuatnya semakin “berat”. Empat molekul pertama hidrokarbon adalah metana, etana, propane dan pbutana.Pada temperature dan tekanan kamar, keempatnya berwujud gas dengan titik didih masing-masing -107­o , -67o, -43o, dan -18oC. Berikutnya dari C5 sampai C18 berwujud cair dan mulai dari C19 keatas berwujud padat.

Di Indonesia terdapat beberapa bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ditemukan berdasarkan nilai RON (reserch octane number).
· Premium (RON 88) Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kuning jernih. Warna tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Umumnya, premium digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermesin bensin, seperti mobil, sepeda motor, dan motor tempel. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol.

· Pertamax (RON 92), Pertamax ditujukan untuk kendaraan yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi tanpa timbel (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990, terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan xatalytic converters.Pertamax Plus (RON 95), jenis BBM ini mempunyai nilai oktan tinggi (95). Pertamax dan Pertamax Plus dipasarkan sejak 10 Desember 2002. Pertamax Plus ditujuka untuk kendaraan berteknologi mutakhir yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamax Plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio lebih besar dari 10,5 dan menggunakan teknologi electronic fuel injection (EFI), variable valve timing (VVT-I pada Toyota, VVT pada Suzuki, VTEC pada Honda dan VANOS/Valvetronic pada BMW), turbochargers, serta catalic converters